Melihat
pemandangan kali ini tak jarang kita menjumpai anak-anak bahkan balita yang
asyik dengan permainan gawainya yaitu seperti ponsel atau barang elektronik
lain. Pernah suatu ketika saya bersilaturrahim ke rumah kakak, berjumpa dengan
anak nya yang usia enam tahun, sangat mengejutkan saat televisi dimatikan ibunya,
sang anak langsung berkomentar terus saya mau apa, nonton tv dilarang, main hp
dilarang.
Sungguh mencengangkan melihat
fenomena itu. Padahal dulu saat kita masih kecil tahun 90-an tidak ada ponsel
biasa aja, tetep bisa main. Bahkan bisa main lari-larian, cilumpet-cilumpetan,
mainan sunda mandah dan permainan lainnya. Hampir semua permainan membutuhkan
banyak orang. Sehingga dulu hampir satu desa kita bisa kenal satu sama lain.
Fenomena sekarang ternyata
banyak anak yang sering beralasan bosen kalau harus mainan lari-larian atau permainan
yang harus mengeluarkan tenaga fisik. Anak-anak sering bilang “ah bosen, tidak
asyik”. Paling menyenangkan bisa main hape dengan nonton youtube, permainan
game di hp, nonton tv. Mereka bisa asyik main ponselnya sampai berjam-jam.
Keadaan Ini sangat saya rasakan,
sekarang saya mempunyai anak di usia 5 tahun. Tak jarang melihat anak-anak
komplek rumah yang asyik gerombol di depan rumah untuk main game , masing-masing
pada membawa hape sendiri-sendiri. Anak saya tiap kali keluar rumah, melihat
teman-teman komplek rumah, selalu protes ke bundanya, “Bunda kapan ngasih hp,
seperti teman-teman”. Sering kali sang anak protes, akhirnya saya selalu
mendampingi anak untuk main di luar. Tapi anak tidak suka, dia nyuruh bundanya
di rumah tidak mau ditemani.
Sering kali saya memberikan pemahaman
ke anak tentang belum waktunya anak-anak mempunyai hape. Saya menambah ilmu
dengan mengikuti dan mendengarkan kajian parenting bagaimana mendidik anak. Jalan pertama, saya membelikan buku-buku kisah
islami seperti kisah ulama’ kecil, sahabat nabi waktu kecil, kisah para nabi
dan buku-buku lainnya yang inspiratif. Tiap waktu, saya menyempatkan waktu
untuk memberikan kisah ke anak. MasyaAllah luar biasa dengan kisah sang anak
jadi punya inspiratif dalam kehidupannya. Misalnya saat bermain bersama
teman-teman, dia melihat temannya makan sambil berdiri, dengan spontan sang
anak menegur temannya, “teman, Rasulullah mengajari kita untuk makan sambil
duduk, pakai tangan kanan, dan membaca bismillah”.
Selain membacakan kisah, saya
juga menemani anak bermain. Ini sangat penting, dengan ayah bundanya menemani
bermain, sang anak merasa bahwa ayah bundanya mempunyai perhatian yang lebih,
tidak cuma sibuk bekerja. Ini sangat saya rasakan, dengan kita menemani anak, seirinngnya
waktu berjalan, keluar kata-kata penuh sayang kepada ayah bundanya. Tiba-tiba
sang anak meluk dari belakang dan berkata, “ayah bunda, saya sangat sayang
sekali sama ayah bunda karena Allah”
Kata-kata baik dan penuh perhatian yang keluar dari anak terkadang
membuat kita sebagai orang tua terharu dan tak jarang kita meneteskan airmata. Sebagai
orang tua setelah kita mendidik, jangan lupa untuk selalu mendo’akan selalu
sang anak, titipkan kepada Allah agar selalu dijaga oleh Allah. Setelah kita
mendidik dengan cara yang baik jangan pernah timbul rasa sombong bahwa itu
didikan kita sebagai orang tua, tapi semua itu karena Allah.
Mulai saatnya kita sebagai orang tua berbenah dan belajar lagi memperoleh
pendidikan untuk mendidik anak. Tidak ada kata terlambat sebagai orang tua
untuk belajar, agar menghasilkan anak-anak yang kokoh untuk generasi penerus
bangsa. Jangan pernah bosan untuk selalu membersamai anak untuk tumbuh. Sebagai
orang tua tidak hanya menasehati tetapi harus memberikan contoh kepada anak. Misalnya
saat kita makan bersama anak, jangan sampai kita cuek saat makan dengan sibuk
memegang hp sendiri-sendiri tanpa ada dialog ke anak. Dengan perilaku yang
langsung dilihat anak, itu sangat merekat dalam pikiran anak sehingga bisa
dicontoh anak.
Memang benar mendidik anak itu tidak mudah. Dengan kesibukan ayah
bunda dalam dunia kerja masih tetap harus memperhatikan anak. Jangan sampai
saat kita lelah dalam bekerja, ketemu anak menjadi pelampiasan ke anak dengan marah-marah
karena ributnya seorang anak berlarian kesana kemari, ramainya kondisi dengan celotehan
anak-anak. Kita harus tahu bahwa anak itu amanah dari Allah. Kalau kita tidak
mau menjaga amanah dari Allah dengan baik, Allah sewaktu-waktu akan mengambil
dengan mudah.
Ada kisah dari kehidupan realita yang beredar di internet karena
ayah bundanya sibuk, anak diserahkan kepada asisten rumah tangga. Sampai sang
anak tumbuh besar, saat itu anak minta kepada bundanya untuk hadir ke tempat
acara pembukaan pertama kali bengkelnya. Ternyata saat itu bundanya sibuk dan
tidak datang ke acara anak. Sang anak sangat kecewa sampai akhirnya sang anak
keluar bawa kendaraan dengan kebut-kebutan dan ditengah perjalanan terjadi kecelakaan,
sang anak meninggal. Mendengar berita itu sang bunda langsung shock dan sangat
menyesal dengan kesibukan yang dibuatnya, sampai tidak memperhatikan anak, seakan
dunia seperti neraka.
Sebelum terlambat dengan kehidupan sekarang yang penuh tidak pasti,
yang banyak keadaan membuat ayah bunda semua bekerja di luar rumah untuk
memenuhi kehidupan. Maka jangan pernah lalai kalau kita sudah dapat amanah
berupa anak. Jangan cuma anak dikasihkan ke asisten rumah tangga tanpa sentuhan
ayah bundanya. Bahkan sang anak dengan usia yang masih kecil sudah difasilitasi
hape untuk menyenangkan anak. Padahal apa yang dibutuhkan anak bukan itu, tapi
kasih sayang orang tua dan keteladanannya.