Rabu, Juli 17, 2013

Melihat Kesederhanaan Fatimah, Istri Khalifah Umar

Melihat Kesederhanaan Fatimah, Istri Khalifah Umar

            Sekarang sudah memasuki puasa bulan ke-8. Puasa tahun kemarin saya masih bersama ayah, ibu, dan kedua adik ku. Tahun ini alhamdulllah sudah bersama suami. Kami menikah tanggal 28 oktober 2012. Hari-hari kami lalui bersama. Perubahan status ku sekarang, aku menjadi seorang istri dari laki-laki yang diciptakan oleh Allah untukku. Di bulan ramadhan ini hamba berdo’a. “ ya Allah jadikan hamba istri yang solehah, berikanlah kesehatan dan karunia-Mu untuk suamiku, mudahkan urusan suamiku, dimana pun dia berada jaga dia ya Allah, berkahi rumah tangga kami, damaikan rumah tangga kami, lapangkan rezeki kami, berikan kami anak-anak yang bisa menghiasi rumah tangga kami, anak-anak yang sholeh-sholehah, dan yang diridhoi-Mu. Sayangilah ayah, ibu, bibi, dan bengkila serta saudara-saudara kami. Semoga kami selalu dalam perlindungan-Mu dan jadikan kami sebagai calon penghuni surga- Mu”.
            Tak terasa Hampir 9 bulan usia pernikahan kami berjalan.aku harus instrupeksi diri, bagaimana selama ini aku menjalankan profesi aku sebagai istri. “suamiku maafkan semua kekhilafanku, saat aku emosi, saat aku berdebat denganmu, saat aku banyak enggak tunduk dengan mu, sikap aku yang masih banyak manja denganmu, saat aku begitu cemburuan, saat aku belum bisa membantu banyak, keterbatasan ilmu ku. dari lubuk hati ku, aku sangat menyayangimu dan mencintaaimu karena Allah, semoga Allah menciptakan engkau sebagai suamiku di dunia dan di akhirat”.
            Saat aku membaca tulisan, ada kisah yang membuatku gemetar di hati, “seorang istri yang diridhai Allah”. Aku cuplik kisah tersebut”
Dengan suara lirih Umar bin Abdul Aziz berkata dengan lembut dan penuh kasih-sayang kepada sang isteri tercinta,
“Fatimah, isteriku…! Bukankah engkau telah tahu apa yang menimpaku? Beban yang teramat dipikulkan kepundakku, menjadi nakhoda bahtera yang dipenuhi, ditumpangi oleh umat Muhammad SAW. Tugas ini benar-benar menyita waktuku hingga hakku  terhadapmu akan terabaikan. Aku khawatir kelak engkau akan meninggalkanku apabila aku akan menjalani hidupku yang baru, padahal aku tidak ingin berpisah denganmu hingga ajal menjemputku.”
“Lalu, apa yang akan engkau lakukan sekarang?” tanya Fatimah.
“Fatimah…! Engkau tahu bukan, bahwa semua harta, fasilitas yang ada ditangan kita berasal dari umat Islam, aku ingin mengembalikan harta tersebut ke baitul mal, tanpa tersisa sedikitpun kecuali sebidang tanah yang kubeli dari hasil gajiku sebagai pegawai, disebidang tanah itu kelak akan kita bangun tempat berteduh kita dan aku hidup dari sebidang tanah tersebut. Maka jika engkau tidak sanggup dan tidak sabar terhadap rencana perjalanan hidupku yang akan penuh kekurangan dan penderitaan maka berterus-teranglah, dan sebaiknya engkau kembali ke orang tuamu!” jawab Umar bin Abdul Aziz.
Fatimah kembali bertanya,”Ya suamiku…apa yang sebenarnya membuat engkau berubah sedemikian rupa?”
“Aku memiliki jiwa yang tidak pernah puas, setiap yang kuinginkan selalu dapat kucapai, tetapi aku menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi yang tidak ternilai dengan apapun juga yakni surga, surga adalah impian terakhirku,” jawab Umar bin Abdul Aziz lagi.
Aneh. Fatimah yang notabene merupakan wanita yang terbiasa hidup mewah, dengan fasilitas yang disediakan dan pelayanan yang super maksimal, tidak kecewa mendengar keputusan suaminya ia. Ia tidak menunjukan kekesalan dan keputus asaan. Justeru dengan suara yang tegar, mantap ia menegaskan, “Suamiku…! Lakukanlah yang menjadi keinginanmu dan aku akan setia disisimu baik dikala susah atau senang hinga maut memisahkan kita.”

Betapa mulia hati Fatimah, seorang istri yang bisa membuat suaminya menjadi nyaman. Ya allah tuntun hamba semoga hamba bisa meniru akhlak Fatimah.  
»»  read more

Rabu, Juli 03, 2013

Anganan yang melayang


Hari ini rasanya beda banget dengan hari-hari lainnya. Tadi malam aku susah tidur. Melihat suami yang sudah tertidur pules, aku pun coba untuk memejamkan mata, tapi enggak bisa juga. akhirnya aku coba membuka laptop aku untuk melihat beberapa referensi tentang tesis. Jujur aku masih kepikiran terus nih mau meneliti apa? Belum ada gambaran. Kuliah s2 di adminitrasi public, s1 di akuntansi, aku enggak bisa membedain gambaran aku penelitian s2 ini mau apa. Kalau dulu waktu s1 aku ambil tema tentang kuliatas laba di perusahaan manufaktur. Kalau s2 ni harus di organisasi public, kalau aku kejebak neliti di keuangannya berarti aku enggak memenuhi kualifikasi tesis administrasi public. Padahal kuliah dah 2 semester tapi belum nalar juga ma kuliah ini.
Ini buat pembelajaran dech, ternyata walaupun banyak orang yang kuliah di beda fakultas antara s1 dan s2, tapi ketajaman dalam menangkap kuliah beda-beda, ada yang cepet masuk ada yang donk2 contohnya aku ini lah!. Pusing……………… padahal baru kali ini murni dapat beasiswa pendidikan, seumur-umur aku belum pernah ngajuin beasiswa. Ternyata kuliah dapat beasiswa sama biaya sendiri ada bedanya. Kalau saat kita bayar sendiri, ada tekad bagaimana kita bisa lulus biar enggak kena bayar lagi semester (rasa was-was enggak ada banyak dablek nya), tapi kalau dapat beasiswa ada rasa takutnya, saat maju melangkah takut gagal kalau udah waktu target yang ditetapkan untuk selesai.  Berat banget banget pokoknya kalau kita tidak mengusai di bidang kita belajar, harus mulai dari nol. Kaya’ pertamina aja jadinya, he………………..
Dalam benakku, aku pengen lanjut lagi belajar tentang akuntansi, saat aku punya usaha gede aku jadi bisa merancang sistem keuangan di usaha aku ini.  Memperluas usaha di semua penjuru, dan bisa berbagi dengan sesama manusia. Aku yakin akan terkabul akan bantuan Allah. Semua pasti ada jalan. Ya allah berikan aku putra putri yang soleh-solehah, semua adalah titipan Allah, kapan Allah akan memberi dan mengambilnya kita harus siap, aku berharap diberikan yang terbaik oleh Allah. Makasih Allah engkau telah memberikan saya kenikmatan yang luar biasa, keluarga yang penuh kasih sayang dan kesehatan. Semua yang Engkau berikan enggak bisa terhitung,   
»»  read more